Gawat Karena Gawai
Berbicara tentang pariwisata tidak
luput dari hal-hal yang menjadi daya tarik dari sebuah Negara bagi para turis
yang akan melakukan lawatan ke Negara
tersebut. Indonesia yang tahun lalu berada di urutan dua puluh delapan sebagai
Negara yang paling banyak dikunjungi versi Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO),
tentu saja memiliki banyak daya tarik yang membuat para turis tidak perlu
berpikir dua kali untuk mengunjungi Indonesia. Daya tarik yang dimiliki
Indonesia diantaranya adalah keindahan alamnya; jajaran pulau-pulau, pegunungan
yang membentang luas serta hamparan laut berair biru dan berpasir putih. Selain
itu, Indonesia memiliki daya tarik lain, yakni makanan. Terdapat berbagai
makanan khas dari setiap daerah berbeda di Indonesia. Para turis, baik domestik
maupun mancanegara seringkali mencoba wisata kuliner yang ada di Indonesia. Daya tarik lain yang tidak kalah menarik
adalah budaya atau kebiasaan-kebiasaan orang-orang Indonesia yang membuat para
turis betah dan ketagihan berwisata ke Indonesia.
Orang-orang Indonesia dikenal
sebagai orang-orang yang ramah dan murah senyum, memiliki semangat kerjasama,
tolong-menolong dan gotong royong yang tinggi, memiliki kebiasaan berhemat,
serta tidak memandang perbedaan suku, ras, golongan dan agama untuk bersikap
sopan dan santun terhadap setiap orang. Namun seiring perkembangan zaman yang
semakin maju dan menghasilkan teknologi-teknologi canggih, masihkah orang-orang
Indonesia memiliki kebiasaan-kebiasaan itu? Apakah kita masih menjunjung tinggi
nilai-nilai yang telah ditanamkan sejak dulu oleh nenek moyang pada bangsa ini?
Apakah teknologi turut andil dalam pengikisan kebiasaan-kebiasaan serta
nilai-nilai yang ada?
Di zaman modern ini hampir setiap
orang memiliki gawai atau yang biasa kita kenal dengan istilah bahasa inggris, gadget. Gadget dapat berupa telepon genggam, laptop ataupun tablet PC.
Gadget dapat membantu dan memudahkan
manusia dalam melakukan tugas sehari-hari. Bukan hanya dapat melakukan
tugas-tugas yang bersifat penting, gadget di masa kini dilengkapi dengan
fitur-fitur canggih yang diciptakan untuk mendapatkan informasi, bahkan hiburan
di manapun dan kapanpun. Terlepas dari manfaatnya yang cukup banyak, gadget seperti mata pisau yang punya dua
sisi, juga memiliki kekurangan. Gadget memiliki peranan penting dalam
pengikisan nilai-nilai yang ada di masyarakat Indonesia.
Handphone atau telepon genggam yang
merupakan salah satu gadget yang paling banyak dimiliki masyarakat, membuat
semuanya mungkin dilakukan dalam sekali waktu dan satu tempat. Hal tersebut membuat kita tidak lagi ramah
terhadap orang lain, bersikap individual, serta acuh tak acuh dan masa bodo
terhadap keadaan sekitar kita. Itu terjadi karena kita sibuk sendiri dengan
handphone kita dan hal-hal yang ada di dalamnya, itu juga terjadi karena kita
merasa bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapapun. Handphone bisa
mengerjakan segala sesuatunya dengan sempurna. Mulai dari menulis hingga
belanja.
Fitur belanja online yang tersedia
dan bisa di unduh di handphone kita membuat kita tidak lagi menjadi bangsa yang
suka berhemat. Dengan iming-iming harga lebih murah dan tidak ketinggalan
zaman, kita berlomba-lomba menghabiskan uang kita untuk berbelanja online tanpa
sadar apakah semua yang kita beli benar-benar diperlukan. Menjadikan kita
orang-orang yang konsumtif. Padahal belanja online menumpulkan kemampuan kita
bersosialisai dengan orang lain, berbeda dari belanja di pasar secara langsung
yang mengharuskan adanya tatap muka dan komunikasi antara penjual dan pembeli.
Bahkan sekarang ini hal seperti belanja pun bisa menentukan kelas sosial
seseorang. Apabila seseorang bisa membeli baju secara online, maka dia dianggap
sebagai orang yang berpendidikan dan tidak ketinggalan zaman. Apabila seseorang
bisa makan di restoran mewah yang sama dengan restoran yang ada di gambar yang
di unggah akun media sosial artis papan atas, maka ia dianggap sebagai orang
‘kelas atas’.
Maraknya penggunaan media sosial
sebagai alat propaganda politik juga membuat bangsa kita menjadi bangsa yang
lupa akan hakikatnya yaitu berbeda. Membuat kita tidak lagi bisa menghargai dan
menghormati orang-orang yang tidak sama suku, ras dan agamanya dengan kita.
Kita melihat media sosial belakangan ini makin panas dengan cacian dan makian
berbau perbedaan. Propaganda politik mengambing hitamkan perbedaan yang tadinya
hanya sampai batas log in dan log out akun media sosial ini kini menggentayangi
kehidupan nyata masyarakat Indonesia. Tetangga beda agama, suku dan ras yang
tadinya saling tolong menolong kini menyapa pun ogah, tak menolehkan muka
karena berbeda. Beda agama, suku, ras bahkan hanya beda pilihan calon gubernur.
Sangat buruk dampak gadget bagi kesehatan jiwa dan moral bangsa ini. Menebarkan
rasa benci sampai ke sudut-sudut kumuh kota, yang menusuk ke dalam tulang
hingga melupakan ingatan ‘toh dari dulu kita berbeda tidak apa-apa. Masih bisa
hidup sama-sama.’
Itu semua tidak akan terjadi
apabila kita bersikeras untuk tidak meninggalkan ajaran-ajaran, nilai-nilai
serta kebiasaan-kebiasaan yang telah di jaga dan diturun temurunkan oleh Nenek
Moyang bangsa ini. Jika kita mau sekali saja meninggalkan gadget dengan hiruk
pikuk, kebencian dan keserakahan di dalamnya. Karena bangsa kita saat ini dalam
status gawat. Gawat akan musnahnya nilai-nilai kebajikan yang jarang ditemukan
di Negara lain di masa kini. Kalau sudah begini jadinya, daya tarik yang
dimiliki Indonesia sebagai tujuan wisata para turis akan berkurang satu. Karena
kebanyakan orang-orang Indonesia sudah bersikap individual dan cuek, suka hal-hal
yang berbau hedonisme, tidak menghargai perbedaan dan bersikap rasial, tidak
bermoral dan lupa sopan santun. Kalau sudah begini jadinya, tidak ada ciri khas
yang membedakan antara orang-orang Indonesia dengan orang-orang Negara lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar